Romli Atmasasmita. Foto/Istimewa
KERUGIAN Negeri-kerugian keuangan Negeri atau perekonomian Negeri yang dicantumkan Ke Untuk Syarat Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 yang diubah menjadi Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Penyuapan (Tipikor), kini telah menjadi momok yang menakutkan Justru telah “mematikan” semangat penyelenggara Negeri terutama pelaku yang beraktivitas Ke kalangan keuangan dan perbankan sepanjang Yang Terkait Di Di pengelolaan keuangan Negeri seperti Badan Usaha Milik Negeri(BUMN).
Ke Untuk frasa kerugian Negeri tersebut terkandung dua masalah pokok Ke Untuk praktik hukum pemberantasan Penyuapan. Pertama, mengenai status hukum kerugian Negeri sebagai unsur tindak pidana Penyuapan Mantan Pasal 2 dan Pasal 3. Kedua, status penilaian kerugian keuangan Negeri.
Masalah pertama telah dilakukan pengujian konstitusionalitas Syarat unsur kerugian Negeri sebagai salah satu unsur tindak pidana Penyuapan; sehubungan Di frasa kata “dapat” yang ditempatkan Ke muka frasa, kerugian keuangan Negeri atau perekonomian Negeri. Ke Untuk Putusan MKRI Nomor 25/PUU-XIV/2016 tanggal 8 September 2016, dinyatakan bahwa kata “dapat”” yang diajukan pengujiannya; tidak bertentangan Di hak atas kepastian hukum yang adil sebagaimana dimaksud Untuk Pasal 28 D ayat (1) UUD45 sepanjang ditafsirkan sesuai Di tafsiran Mahkamah (conditionally constitutional) yakni bahwa unsur kerugian Negeri harus dibuktikan dan dapat dihitung, Walaupun Prediksi atau belum terjadi.
Putusan MKRI tersebut menggunakan konsepsi “actual loss”; lebih Memberi kepastian hukum yang adil dan bersesuaian Di Upaya sinkronisasi dan harmonisasi instrument hukum nasional nasional dan hukum internasional (Konvensi Organisasi Internasional Anti Penyuapan,2003; diratifikasi Undang-Undang Nomor 7 tahun 2006). Merujuk putusan dimaksud jelas bahwa, penafsiran hukum MKRI mengenai unsur kerugian Negeri; lebih focus Ke kerugian yang nyata dan pasti hasilnya (actual loss) dan sependapat Di tafsir hukum bahwa kerugian Negeri merupakan “potential lost”. Apalagi, kosakata “total losss” tidak dikenal Untuk referensi Undang-Undang Tipikor dan peraturan perundang-undangan Yang Terkait Di keuangan Negeri dan pemeriksaan pengelolaan serta tanggung jawab keuangan Negeri.
Putusan MKRI tersebut bersesuaian Di Penjelasan Syarat Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Tipikor 1999 yang Berkata bahwa, kata “dapat” Sebelumnya frasa “merugikan keuangan atau perekonomian Negeri” Menunjukkan bahwa tindak pidana Penyuapan merupakan delik formil, yaitu adanya tindak pidana Penyuapan cukup Di dipenuhinya unsur-unsur perbuatan yang sudah dirumuskan bukan Di timbulnya akibat. Berbeda Di Putusan MKRI aquo, Yurisprudensi MARI Nomor 417/K/PID.SUS/2014 tanggal 7 Mei 2014 yang Ke pokoknya perbuatan melawan hukum Untuk pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Tipikor 1999, Ke Di perbuatan melawan hukum formil, juga perbuatan melawan hukum materiil.
Perbedaan penafsiran Di kedua lembaga kekuasaan kehakiman tersebut telah menimbulkan ketidakpastian hukum dan Justru ketidakadilan Untuk praktik Proses Hukum tindak pidana Penyuapan. Sehubungan kesimpangsiuran tafsir hukum tersebut, telah terjadi pergeseran mengenai tanggung jawab Untuk Perkara Hukum tipikor; semula merupakan tanggung jawab pidana, berubah menjadi tanggung jawab administrasi.
Hal ini disebabkan eksistensi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 telah Berkata bahwa penyelenggara Negeri yang telah melakukan tindakan atau jabatan dan merugikan keuangan Negeri maka penyelenggara Negeri yang bersangkutan diwajibkan Sebagai mengganti kerugian keuangan Negeri tersebut Untuk jangka waktu 30 hari Ke bawah pengawasan BPK, Agar kerugian keuangan Negeri yang disebabkan Di perbuatan penyelenggara Negeri menjadi tanggung jawab administrasi, bukan tanggung jawab pidana.
Perubahan /pergeseran tanggung jawab tersebut khusus ditujukan Pada penyelenggara Negeri yang diduga telah menyalahgunakan kewenangan Lantaran kedudukan dan jabatannya yang menimbulkan kerugian keuangan Negeri. Ke Untuk praktik Proses Hukum tindak pidana Penyuapan, telah terbukti bahwa Mahkamah Agung dan hakim Ke jajaran kekuasaan kehakiman, berpihak Ke yurisprudensi MA aquo tanpa Merencanakan lagi eksistensi putusan MKRI Yang Terkait Di sifat melawan hukum Untuk suatu dakwaan tindak pidana Penyuapan.
Artikel ini disadur –> Sindonews Indonesia News: Aspek Hukum tentang Kerugian Negeri Untuk Undang-Undang Tipikor