Jakarta –
Pembantu Presiden Tim Menteri Koordinator Pemberdayaan Komunitas Indonesia, Abdul Muhaimin Iskandar atau Cak Imin, Menginformasikan sedikitnya empat pola kecurangan (fraud) yang hingga kini masih membayangi penyelenggaraan layanan Jaminan Kesejaganan Nasional (JKN). Temuan ini memperlihatkan potensi penyalahgunaan tidak hanya dilakukan fasilitas Kesejaganan, tetapi juga tenaga medis, peserta, hingga oknum internal BPJS Kesejaganan.
Menurut Cak Imin, jenis kecurangan pertama banyak ditemukan Hingga puskesmas dan Fasilitas Medis. Praktik yang kerap terjadi Antara lain tagihan fiktif, mark up biaya, hingga manipulasi tindakan medis Untuk mengamankan standar pembiayaan yang Disorot terlalu kecil atau memenuhi kebutuhan operasional faskes.
Jenis fraud kedua Yang Berhubungan Bersama perilaku tenaga medis. Ia menyebut ada Praktisi Medis yang sengaja Memberi diagnosis berlebihan atau membiarkan pasien dirawat lebih lama. “Itu biasanya agar biaya rawatnya menjadi tinggi,” ujarnya Untuk 1st INAHAFF Conference 2025 Hingga Yogyakarta, Rabu (10/12/2025).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ketiga, fraud juga terjadi Hingga internal BPJS Kesejaganan, khususnya Di proses verifikasi klaim. Ada oknum yang sengaja membiarkan ketidaksesuaian atau manipulasi data terjadi.
Terakhir, peserta JKN pun tidak luput Bersama sorotan. “Peserta BPJS melakukan pemalsuan identitas dan dokumen,” tegasnya.
Mengutip laporan Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD), ia menekankan fraud Hingga sektor jaminan Kesejaganan banyak Bangsa menyebabkan kebocoran Dana 0,5 hingga 6 persen Bersama total pembiayaan. “Kita tidak boleh membiarkan itu terjadi. Setiap Uang Negara Indonesia iuran dan Dana Bangsa harus kembali kepada pelayanan Kesejaganan yang berkualitas,” tutupnya.
Fraud Mencapai Rp 6,8 Triliun, Pra-Penanganan Bersama Sebab Itu Penyumbang Terbesar
Terpisah, Direktur Kepatuhan dan Hubungan Antar Lembaga (Dirpatuhal) BPJS Kesejaganan, Mundiharno, Menginformasikan capaian signifikan upaya anti-fraud sepanjang Januari HINGGA Oktober 2025. Total nilai potensi fraud yang berhasil dicegah, dideteksi, dan ditangani mencapai Rp 6,8 triliun Hingga seluruh kedeputian Daerah.
Rinciannya:
- Pra-Penanganan fraud: Rp 5,1 triliun
- Deteksi dan penanganan: Rp 1,7 triliun
Mundiharno menegaskan seluruh aspek penanganan fraud Menunjukkan Gaya peningkatan. “Yang tercegah Meresahkan, yang terdeteksi Meresahkan, yang tertangani juga Meresahkan. Meresahkan yang akhirnya bisa kembali terselamatkan dana kita itu,” katanya kepada wartawan, Rabu (10/12).
Ia menambahkan Pra-Penanganan menjadi komponen terbesar Bersama capaian tersebut. “Yang paling banyak itu Hingga Pra-Penanganan. Tapi itu juga upaya Bersama anti-fraud kita. Rp 5,1 triliun itu adalah hasil Bersama Pra-Penanganan, deteksi, sampai penanganan.”
Mundiharno menilai peningkatan efektivitas pengawasan menjadi salah satu Kunci. Sebelumnya Itu, indikasi fraud seringkali hanya berujung Di pembinaan atau pemberian umpan balik yang tidak Memberi efek jera.
“Dulu hanya pembinaan, feedback-nya nggak efektif. Ini indikasi fraud, ya sudah. Masuk kanan, keluar kiri. Kalau tidak ada sanksinya, berat.”
(naf/kna)
Artikel ini disadur –> Detik.com Indonesia Berita News: Tagihan Fiktif-Praktisi Medis Bikin Pasien Bolak-balik RS











