Jakarta –
Traveler Menyoroti harga tiket pesawat yang meroket tinggi dan tak kunjung turun. Kemenhub mengatakan penyebabnya adalah biaya operasional yang tinggi.
Dikutip Bersama detikfinance, Sabtu (20/7/2024) Pada ini Kementerian Perbuatan melakukan evaluasi dan kajian Pada aspek pembentukan tiket pesawat. Mulai Bersama komponen harga hingga penataan rute.
Menurut Juru Bicara Kementerian Perhubungan Adita Irawati langkah ini dilakukan Setelahnya ada koordinasi Di Satgas Supervisi Harga Tiket Angkutan Penerbangan Nasional.
“Pada ini sesuai hasil rakor, kami Di melakukan evaluasi dan kajian Pada berbagai aspek Yang Berhubungan Bersama aviasi termasuk komponen harga tiket, penataan rute, dan lain-lain,” beber Adita.
Adita mengatakan soal tarif penerbangan harus dibahas lintas sektoral Di kementerian dan lembaga Yang Berhubungan Bersama, Lantaran komponen harga meliputi berbagai aspek Di luar ranah Kementerian Perhubungan.
“Yang paling penting, satgas dan koordinasi yang dilakukan dapat menghasilkan langkah solutif dan win win Bagi semua pihak termasuk operator dan Komunitas User,” ujar Adita.
Jawaban pihak maskapai
Asosiasi Maskapai Penerbangan Nasional Indonesia (Indonesia National Air Carriers Association/INACA) Sebelumnya mengatakan sebetulnya Usaha penerbangan Di lesu dan merugi. Tarif yang diatur pemerintah dinilai terlalu rendah, Di Pada Yang Sama biaya Bagi terbang terus Menimbulkan Kekhawatiran. Hal ini terjadi Di Di meroketnya tiket pesawat yang harus dibayarkan Komunitas.
Denon Prawiraatmadja, Ketua Umum INACA mengatakan Pada ini pengusaha maskapai dibayangi kerugian Lantaran biaya terbang yang tinggi Akan Tetapi tarif ditahan tidak naik Dari 2019.
Bagi penerbangan ekonomi pemerintah memang mengatur tarif batas atas dan bawah Bagi maskapai, aturan ini mengatur penentuan harga tiket pesawat Bagi Komunitas. Terakhir tarif batas disesuaikan Di 2019 silam, atau Di 5 tahun lalu.
“Pada ini biaya-biaya penerbangan sangat tinggi, melebihi tarif tiket yang telah ditetapkan Bersama pemerintah Dari tahun 2019. Dampaknya maskapai rugi dan mengoperasikan penerbangan Bagi sekedar dapat hidup dan tidak dapat Menyusun usahanya,” ujar Denon Di keterangannya.
Denon memaparkan beberapa biaya-biaya tinggi yang menekan maskapai. Mulai Bersama yang berasal Bersama operasional maupun non operasional penerbangan. Biaya tinggi Bersama operasional penerbangan misalnya adalah harga avtur yang nilainya Pada ini lebih tinggi dibanding Negeri tetangga.
Lalu adanya antrean pesawat Di darat Bagi terbang dan Di udara Bagi mendarat, Lebih lama pesawat menunggu maka potensi bahan bakar yang boros terbuang pun makin besar. Belum lagi ada biaya kebandarudaraan dan layanan navigasi penerbangan dan lain-lain.
Sedangkan biaya tinggi Bersama non operasional penerbangan misalnya adalah adanya berbagai Pajak Lainnya dan bea masuk yang diterapkan secara berganda. Denon menjelaskan hanya Di Indonesia ada Pajak Lainnya Bagi avtur, Pajak Lainnya dan bea masuk Bagi pesawat dan suku cadangnya.
Bagi sparepart saja sudah dikenai bea masuk harus ditambah lagi Bagi dibayarkan PPN dan PPNBM-nya. PPN juga berlaku Bagi setiap tiket pesawat.
“Bersama Sebab Itu terjadi Pajak Lainnya ganda. Padahal Di Negeri lain Pajak Lainnya dan bea tersebut tidak ada,” lanjut Denon.
Denon juga menyoroti adanya biaya layanan kebandarudaraan Bagi penumpang (Passenger Service Charge/ PSC) yang dimasukkan Di komponen harga tiket. Hal ini membuat harga tiket pesawat terlihat lebih tinggi. Akan Tetapi Di ini hanya maskapai yang disalahkan Lantaran naiknya tiket pesawat. Padahal, PSC yang menetapkan dan memungutnya adalah pengelola bandara.
Menko Marves Luhut ikut Menyediakan Tanggapan
Pembantu Presiden Tim Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Penanaman Modal Luhut Binsar Pandjaitan mendengar keluhan soal tiket pesawat. Jurus Terbaru Bagi turunkan harga sudah ada.
“Kami menyiapkan beberapa langkah Bagi efisiensi penerbangan dan penurunan harga tiket, misalnya evaluasi operasi biaya pesawat,” kata Luhut dikutip Bersama Instagramnya, Kamis (12/7/2024).
Luhut menerangkan, Cost Per Block Hour (CBH) yang merupakan komponen biaya operasi pesawat terbesar perlu diidentifikasi rincian pembentukannya. Menurutnya, perlu strategi Bagi Memangkas nilai CBH berdasarkan jenis pesawat dan layanan penerbangan.
“Di Itu, kami juga berencana Bagi mengakselerasi Aturan pembebasan Bea Masuk dan pembukaan Lartas Produk Internasional Produk Impor tertentu, Bagi kebutuhan penerbangan dimana porsi Penanganan berada Di 16 persen porsi keseluruhan Setelahnya avtur,” ujar Luhut.
Lanjutnya, mekanisme pengenaan tarif berdasarkan sektor rute berimplikasi Di Di pengenaan PPN hingga iuran Jasa Raharja. Maka Itu, dia bilang, perhitungan tarif perlu disesuaikan berdasarkan biaya operasional maskapai per jam terbang.
Luhut menambahkan, peran pendapatan kargo Di maskapai kerap kali luput Bersama perhatian. Menurutnya, pendapatan kargo bisa menjadi pertimbangan Di hal menentukan tarif batas atas. Sejalan Bersama itu, pihaknya juga mengkaji insentif Pajak Lainnya Pertambahan Nilai Ditanggung Pemerintah (PPN DTP) Bagi beberapa destinasi prioritas.
Artikel ini disadur –> Detik.com Indonesia Berita News: Tiket Pesawat Mahal, Ini Komentar Kemenhub, Maskapai dan Luhut