Sukabumi –
Hingga Sukabumi, ada kampung unik yang disebut ‘Kampung Dayak’. Warganya hidup nomaden mengikuti pasang surut air laut. Bagaimana kisahnya?
Kampung Dayak ini berada tidak jauh Bersama pesisir Loji, Kecamatan Simpenan, Kabupaten Sukabumi. Disebut Kampung Dayak, Lantaran dahulunya bermula Bersama kehidupan warga yang kerap berpindah-pindah tempat tinggal Sambil Itu, ketika air laut pasang.
Ketika air laut pasang, memaksa mereka meninggalkan Tempattinggal dan mencari tempat tinggal yang lebih aman.
“Sudah 23 tahun tinggal Hingga sini, Karena Itu merasakan enak dan tidak enaknya Pada tinggal. Dahulu, air itu naik Hingga atas sampai masuk Hingga perkampungan. Kalau sudah begitu, akhirnya keluarga dibawa dulu mengungsi, Hingga Tempattinggal saudara atau Hingga tempat yang aman,” kata Lukman (65), warga Kampung Dayak, Senin (26/8/2024).
Dayak Hingga sini bukanlah istilah yang sama Bersama salah satu suku Hingga Kalimantan. Istilah kampung dayak berasal Bersama pola tinggal yang berpindah ketika situasi kampung tidak aman Di ditinggali. Nama kampung yang sebenarnya adalah Kampung Talanca.
“Sering pindah lalu balik lagi, makanya disebut Kampung Dayak Mungkin Saja ya,” kata Lukman seraya terkekeh.
Warga kampung ini menjalani kehidupan yang tidak mudah. Mayoritas Bersama mereka menggantungkan hidup Ke hasil laut.
Ketika musim ikan tiba, mereka berbondong-bondong melaut, Menahan ikan yang menjadi sumber penghidupan utama. Laut Untuk mereka adalah sahabat yang penuh misteri.
Kadang ia murah hati Menyediakan hasil tangkapan melimpah. Tetapi Hingga waktu lain, ia berubah menjadi lautan yang sunyi tanpa ikan.
“Kalau dulu iya ngambil ikan, Hingga laut pakai perahu congkreng. Kalau sekarang sudah enggak kuat, selain ikan sudah jarang sekarang lebih banyak mulung sampah saja. Hasilnya lumayan, walau usia sudah enggak muda lagi tapi buat nambah-nambah penghasilan,” tuturnya.
“Tinggal Hingga sini Bersama keluarga, asli Citereup Desa Loji, tinggal Hingga sini sama anak-anak, cucu 10, kalau cicit 4. Soal Belajar alhamdulillah Ke sekolah semua,” sambungnya.
Kisah serupa juga dikisahkan Tami (65). Ia bercerita ketika ikan sulit didapat, warga kampung tidak tinggal diam. Mereka banting setir menjadi pemulung, mengais rezeki Bersama tumpukan rongsokan yang terbawa arus dan terdampar Hingga pesisir Loji.
Hingga Ditengah sampah yang terkumpul Hingga pantai, mereka mencari Produk-Produk yang bisa dijual kembali, mulai Bersama logam hingga plastik, apapun yang bisa menghasilkan sedikit uang Untuk menyambung hidup.
“Kalau misalkan tidak ada ikan, musim lagi jelek itu saya kepompong ngumpulin aqua botol Cangkir, mulung kayu. Sehari dapat kalau plastik bisa sampai berapa puluh kilogram. Nanti ada yang ngangkut,” kata Tami.
Tami menceritakan dia masih kuat melaut, kalau musim ikan dia bisa sampai semalaman mencari ikan.
“Masih kuat, cari ikannya kalau dapat macam-macam lah ada Layur, Selayang macam-macam,” lirihnya.
Meski kehidupan terombang-ambing Bersama alam, Tami dan warga kampung lainnya tetap gigih dan tangguh. Mereka telah terbiasa Bersama kerasnya kehidupan Hingga pesisir, Memperoleh perubahan musim dan pasang surut laut sebagai Dibagian Bersama kehidupan mereka yang sederhana.
“Kalau harapan, setiap hari kehidupan bisa lebih stabil dan sejahtera. Kami tetap yakin Mungkin Saja besok Berencana membawa keberuntungan yang lebih baik,” pungkasnya.
——-
Artikel ini telah naik Hingga detikJabar.
Artikel ini disadur –> Detik.com Indonesia Berita News: Kisah ‘Kampung Dayak’ Hingga Sukabumi, Hidup Nomaden Ikuti Pasang Surut Air Laut