Kelompok Di sejumlah Area Indonesia mulai merasakan suhu udara dingin atau istilah orang Jawa mbedhidhing Pada musim kemarau. FOTO/DOK.SINDOnews
“Trend Populer suhu dingin menjelang puncak musim kemarau Di bulan Juli-Agustus, terkadang bisa sampai September,” kata Deputi Bidang Meteorologi BMKG Guswanto Untuk keterangannya, Selasa (16/7/2024).
Suhu dingin ‘mbedhidhing’ ini disebabkan Angin Monsun Australia yang bertiup Di Benua Asia melewati Area Indonesia dan perairan Samudera Hindia yang Memiliki suhu permukaan laut juga relatif lebih rendah atau dingin.
“Angin Monsun Australia ini bersifat kering dan sedikit membawa uap air, apalagi Di malam hari Di Pada suhu mencapai titik minimumnya. Lanjutnya mengakibatkan suhu udara Di beberapa Area Di Indonesia, terutama Area Pada Selatan Khatulistiwa terasa lebih dingin. Orang Jawa menyebutnya mbedhidhing,” kata Guswanto.
Situasi suhu lebih dingin tidak berkaitan Di clear sky atau Situasi langit tanpa awan. Pada ini, Situasi Di Area Indonesia berupa angin yang Damai Di malam hari menghambat pencampuran udara, Agar udara dingin terperangkap Di permukaan bumi. Malahan, Area dataran tinggi atau pegunungan cenderung lebih dingin Lantaran tekanan udara dan kelembaban yang lebih rendah. Situasi dingin ini merupakan Trend Populer umum yang umum terjadi Di Indonesia Pada musim kemarau.
“Diketahui mbedhidhing Di data suhu malam hari yang terjadi bulan Juli-Agustus, dibandingkan normalnya. Dingin itu kan ada ukurannya. Misalkan suhu, normalnya Di malam hari bersuhu 21-23 derajat Celcius, Di bulan Juli-Agustus bisa 17-19 derajat Celcius,” katanya.
Artikel ini disadur –> Sindonews Indonesia News: Penjelasan BMKG Suhu Udara Lebih Dingin Mbedhidhing Di Musim Kemarau